"Perbedaan mendasar"
Satu persatu ku hirup udara kota ini, ya kota jogja. Kota yang dijuluki sebagai miniatur indonesia. Melihat kota yang menjadi tempat tinggalku kini membuatku mengurungkan niatku untuk pergi ke negeri orang. Baru ku sadari negeriku tak kalah indah dengan negeri mereka disana.
Satu hal, aku disini bukan untuk berlibur melainkan untuk melanjutkan pendidikanku ke bangku kuliah. Aku berharap bisa masuk salah satu Perguruan Tinggi Negri (PTN) favorit. Tapi aku sadar, kemampuanku tak sebanding dengan syarat untuk dapat terpilih menjadi mahasiswa PTN favorit itu. Yaah, apa boleh buat.. nasibku mengarahkanku pada satu tujuan. Ya, Perguruan Tinggi Swasta. Saat ini disitulah aku berdiri, di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di kota budaya yogyakarta.
Kali ini aku menikmati udara sore bukan untuk memandang keindahan kota ini, tapi memikirkan apa yang akan terjadi antara aku dan kau. Kau? Ya, anda seorang laki-laki yang telah menjadi milikku sejak dua bulan yang lalu. Aku tak pernah memikirkan hal buruk tentangmu, tapi saat ini aku memikirkan apa yang seharusnya tak aku tanyakan saat itu juga. Kau tau? Ya, perbedaan mendasar yang kita miliki.
Aku dan kau tak pernah bisa memungkiri bahwa kita saling sayang dan bahagia. Dua bulan yang berlalu pun tak pernah teringat, hanya berlalu begitu saja dengan kenangan indah yang terlukis. Mereka melihat kita bahagia, kita tertawa lepas. Tapi hari itu, tawa itu hilang tanpa bekas. Aku merindukan saat kita tertawa. Aku tak menyangka pertanyaan yang ku ajukan hari itu ternyata membuatmu memilih untuk diam dan pergi.
Sebelum aku menberikan pertanyaan itu, setiap hari aku selalu berfikir mengenai perbedaan itu. Tapi aku enggan bertanya karna ketakutan akan jawaban darimu. Sampai hari itu aku berani bertanya. Sebuah pertanyaan yang sakral antara aku dan kau.
"Kita sudah bersama, bagaimana dengan kepercayaan kita?" Seketika wajah yang setiap waktu ku lihat keindahannya berubah menjadi putih pucat seakan tak ada aliran darah dalam tubuhnya. Aku terdiam, untuk menatapmu pun aku tak sanggup. Aku berharap kau akan memberikan jawaban yang akan menenangkan hatiku. Tapi keadaan berubah begitu cepat, kau melepaskan genggaman tanganku dan memilih keluar dari ruangan tempat kita biasa bersama. Aku berusaha memanggilmu, tapi kau diam dan pergi begiru saja.
Sampai saat ini setelah 2 minggu pertanyaan itu berlalu, tak pernah ku dengar kabar atau hanya sekedar pesan singkat darimu. Bukan aku malu untuk meminta maaf, hal itu sudah ku lakukan tapi tak pernah ada satupun jawaban darimu. Aku berusaha tenang, berusaha tegar meskipun kerinduanku semakin membakar sekujur tubuhku.
Aku masih menunggumu di kota ini, semoga kau mengerti dan kembali dengan dirimu yang aku miliki.
dari aku, untuk ruddy..